Senin, 30 Mei 2011

EMBOLI PARU, INFARK DAN PENDARAHAN PARU


    v  Emboli Paru
Emboli Paru (Pulmonary Embolism) adalah penyumbatan arteri pulmonalis (arteri paru-paru) oleh suatu embolus, yang terjadi secara tiba-tiba.
Suatu emboli bisa merupakan gumpalan darah (trombus), tetapi bisa juga berupa lemak, cairan ketuban, sumsum tulang, pecahan tumor atau gelembung udara, yang akan mengikuti aliran darah sampai akhirnya menyumbat pembuluh darah.
Biasanya arteri yang tidak tersumbat dapat memberikan darah dalam jumlah yang memadai ke jaringan paru-paru yang terkena sehingga kematian jaringan bisa dihindari. Tetapi bila yang tersumbat adalah pembuluh yang sangat besar atau orang tersebut memiliki kelainan paru-paru sebelumnya, maka jumlah darah mungkin tidak mencukupi untuk mencegah kematian paru-paru.
Sekitar 10% penderita emboli paru mengalami kematian jaringan paru-paru, yang disebut infark paru. Jika tubuh bisa memecah gumpalan tersebut, kerusakan dapat diminimalkan. Gumpalan yang besar membutuhkan waktu lebih lama untuk hancur sehingga lebih besar kerusakan yang ditimbulkan. Gumpalan yang besar bisa menyebabkan kematian mendadak.
v  Infark
Infark atau nekrosis iskemik lokal merupakan komplikasi PE yang jarang terjadi karena paru memiliki suplai darah ganda. Infark paru biasanya  dikaitkan dengan penyumbatan arteria lobaris atau lobularis ukuran sedang dan insufisiensi aliran kolateral dari sirkulasi bronkus. Suara gesekan pleura dan sedikit efusi pleura merupakan tanda yang sering ditemukan.
Sebenarnya infark dan emboli merupakan 2 hal yang tak dapat dipisahkan. Infark paru merupakan penyakit dengan gambaran emboli paru yang disertai ge-jala utama berupa nyeri pleuritik dan hemoptisis.
Infark selalu disebabkan oleh embolus, tetapi embolus tidak selalu menye-babkan infark. Infark paru dapat terjadi setelah embolisasi pada orang sehat (misalnya pada orang muda yang menderita thrombosis vena setelah mengalami fraktur tulang atau pada wanita muda yang menderita thrombosis vena setelah pemberian obat-obat kontrasepsi), tapi frekuensinya amat jarang. Infark lebih sering terjadi pada orang tua dengan penyakit dasar yang berat seperti gagal jantung kronik.
Sumber embolus:
·       Trombus, misalnya di kaki
·       Lemak, pada fraktura komplikata tulang-tulang panjang
·      Udara, karena inveksi intra vena, transfusi, infuse, komplikasi tindakan pem-bedahan di daerah leher dan pada penyakit CAISSON (penyelam-penyelam)
·      Kuman, dapat berasal dari infeksi pembuluh darah
·      Sel tumor
2.    Patofisiologi
a.    Emboli Paru
          Emboli paru (PE) terjadi apabila suatu embolus, biasanya merupakan pembekuan darah yang terlepas dari perlekatannya pada vena ekstremitas bawah, lalu bersirkulasi melalui pembuluh darah dan jantung kanan sehingga akhirnya tersangkut pada arteri pulmonalis utama atau pada salah satu percabangannya.  PE biasa terjadi setelah thrombosis vena profunda (DVT)  pada vena tungkai.
          Tiga faktor utama yang menyebabkan timbulnya trombosis vena dan kemudian menjadi PE:
1.  Stasis vena atau melambatnya aliran darah
2.  Luka dan peradangan pada dinding vena,
3.  Hiperkoagulabilitas
Emboli yang bukan berasal dari trombosis biasanya jarang terjadi, tetapi melalui sumbatan yang disebabkan oleh udara, lemak, sel-sel ganas, cairan amnion, parasit, vegetasi, dan benda asing.
Pulmonary embolism (PE) biasanya secara klinis sulit ditemukan. Pasien dengan emboli paru biasanya dyspnea dan nyeri dada.


b.    Infark
            Sebenarnya infark dan emboli merupakan 2 hal yang tak dapat dipisahkan. Infark paru merupakan penyakit dengan gambaran emboli paru yang disertai ge-jala utama berupa nyeri pleuritik dan hemoptisis.
            Infark selalu disebabkan oleh embolus, tetapi embolus tidak selalu menye-babkan infark. Infark paru dapat terjadi setelah embolisasi pada orang sehat (misalnya pada orang muda yang menderita thrombosis vena setelah mengalami fraktur tulang atau pada wanita muda yang menderita thrombosis vena setelah pemberian obat-obat kontrasepsi), tapi frekuensinya amat jarang. Infark lebih sering terjadi pada orang tua dengan penyakit dasar yang berat seperti gagal jantung kronik.
3.    Etiologi
Kebanyakan kasus disebabkan oleh bekuan darah dari vena, terutama vena di tungkai atau panggul. Penyebab yang lebih jarang adalah gelembung udara, lemak, cairan ketuban atau gumpalan parasit maupun sel tumor.
Penyebab yang paling sering adalah bekuan darah dari vena tungkai, yang disebut trombosis vena dalam. Gumpalan darah cenderung terbentuk jika darah mengalir lambat atau tidak mengalir sama sekali, yang dapat terjadi di vena kaki jika seseorang berada dalam satu posisi tertentu dalam waktu yang cukup lama. Jika orang tersebut bergerak kembali, gumpalan tersebut dapat hancur, tetapi ada juga gumpalan darah yang menyebabkan penyakit berat bahkan kematian.
Penyebab terjadinya gumpalan di dalam vena mungkin tidak dapat diketahui, tetapi faktor predisposisinya (faktor pendukungnya) sangat jelas, yaitu:
·  Pembedahan
·  Tirah baring atau tidak melakukan aktivitas dalam waktu lama (seperti duduk selama perjalanan dengan mobil, pesawat terbang maupun kereta api)
·  Stroke
·  Serangan jantung
·  Obesitas (kegemukan)
·  Patah tulang tungkai tungkai atau tulang pangggul
·  Meningkatnya kecenderungan darah untuk menggumpal (pada kanker tertentu, pemakaian pil kontrasepsi, kekurangan faktor penghambat pembekuan darah bawaan)
·  Persalinan
·  Trauma berat
·  Luka bakar.
4.    Histologi
a.    Emboli Paru
5.    Gejala
                 Gejala emboli yang kecil mungkin tidak menimbulkan gejala, tetapi sering menyebabkan sesak nafas. Sesak mungkin merupakan satu-satunya gejala, terutama bila tidak ditemukan adanya infark. Penting untuk diingat, bahwa gejala dari emboli paru mungkin sifatnya samar atau menyerupai gejala penyakit lainnya:
a.       batuk (timbul secara mendadak, bisa disertai dengan dahak berdarah)
b.      sesak nafas yang timbul secara mendadak, baik ketika istirahat maupun ketika sedang melakukan aktivitas
c.       nyeri dada (dirasakan dibawah tulang dada atau pada salah satu sisi dada, sifatnya tajam atau menusuk)
d.      nyeri semakin memburuk jika penderita menarik nafas dalam, batuk, makan atau membungkuk
e.       pernafasan cepat   
f.       denyut jantung cepat (takikardia).


Gejala lainnya yang mungkin ditemukan:
a.    wheezing/bengek
b.   kulit lembab
c.    kulit berwarna kebiruan
d.   nyeri pinggul
e.    nyeri tungkai (salah satu atau keduanya)
f.    pembengkakan tungkai
g.   tekanan darah rendah
h.   denyut nadi lemah atau tak teraba
i.     pusing
j.     pingsan
k.   berkeringat
l.     cemas.
6.     Diagnosa
                        Diagnosis emboli paru ditegakkan berdasarkan gejala dan faktor pendukungnya.
a.    Pemeriksaan untuk menilai fungsi paru-paru:
1)          Gas darah arteri
2)          Oksimetri denyut nadi.
b.   Pemeriksaan untuk menentukan lokasi dan luasnya emboli:
1)          Rontgen dada
2)          Skening ventilasi/perfusi paru
3)          Angiogram paru.
c.    Pemeriksaan untuk trombosis vena dalam (sebagai penyebab tersering):
1)          USG Doppler pada aliran darah anggota gerak
2)          Venografi tungkai
3)          Pletsimografi tungkai.
7.         Penatalaksanaan
Pengobatan emboli paru dimulai dengan pemberian oksigen dan obat pereda nyeri. Oksigen diberikan untuk mempertahankan konsentrasi oksigen yang normal.
Terapi antikoagulan diberikan untuk mencegah pembentukan bekuan lebih lanjut dan memungkinkan tubuh untuk secara lebih cepat menyerap kembali bekuan yang sudah ada. Terapi antikoagulan terdiri dari heparin (diberikan melalui infus), kemudian dilanjutkan dengan pemberian warfarin per-oral (melalui mulut). Heparin dan warfarin diberikan bersama selama 5-7 hari, sampai pemeriksaan darah menunjukkan adanya perbaikan.
Lamanya pemberian antikoagulan (anti pembekuan darah) tergantung dari keadaan penderita. Jika emboli paru disebabkan oleh faktor predisposisi sementara, (misalnya pembedahan), pengobatan diteruskan selama 2-3 bulan.
Jika penyebabnya adalah masalah jangka panjang, pengobatan diteruskan selama 3-6 bulan, tapi kadang diteruskan sampai batas yang tidak tentu. Pada saat menjalani terapi warfarin, darah harus diperiksa secara rutin untuk mengetahui apakah perlu dilakukan penyesuaian dosis warfarin atau tidak.
Penderita dengan resiko meninggal karena emboli paru, bisa memperoleh manfaat dari 2 jenis terapi lainnya, yaitu terapi trombolitik dan pembedahan. Terapi trombolitik (obat yang memecah gumpalan) bisa berupa streptokinase, urokinase atau aktivator plasminogen jaringan.  Tetapi obat-obatan ini tidak dapat diberikan kepada penderita yang:
     § telah menjalani pembedahan 10 hari sebelumnya
§ wanita hamil
§ menderita stroke
§ mempunyai bakat untuk mengalami perdarahan yang hebat.
Pada emboli paru yang berat atau pada penderita yang memiliki resiko tinggi mengalami kekambuhan, mungkin perlu dilakukan pembedahan, yaitu biasanya dilakukan embolektomi paru (pemindahan embolus dari arteri pulmonalis).
Jika tidak bisa diberikan terapi antikoagulan, maka dipasang penyaring pada vena kava inferior. Alat ini dipasang pada vena sentral utama di perut, yang dirancang untuk menghalangi bekuan yang besar agar tidak dapat masuk ke dalam pembuluh darah paru.
8.     Pencegahan
Pada orang-orang yang memiliki resiko menderita emboli paru, dilakukan berbagai usaha untuk mencegah pembentukan gumpalan darah di dalam vena.

Untuk penderita yang baru menjalani pembedahan (terutama orang tua), disarankan untuk:
o   menggunakan stoking elastis
o   melakukan latihan kaki
o   bangun dari tempat tidur dan bergerak aktif sesegera mungkin untuk mengurangi kemungkinan terjadinya pembentukan gumpalan.
Stoking kaki dirancang untuk mempertahankan aliran darah, mengurangi kemungkinan pembentukan gumpalan, sehingga menurunkan resiko emboli paru.
v Pendarahan Paru
1.    Hemoptoe
            Hemoptoe adalah istilah yang digunakan untuk menyatakan batuk darah atau sputum yang berdarah.  Batuk darah adalah batuk yang disertai pengeluaran darah dari paru atau saluran pernapasan. Hemoptoe atau batuk darah adalah ekspektorasi darah atau dahak mengandung darah, berasal dari saluran napas di bawah pita suara.
                Untuk membedakan antara muntah darah (hematemesis) dan batuk darah (hemoptoe) akan didapatkan tanda-tanda sebagai berikut :
Tanda-tanda batuk darah:
a.    Didahului batuk keras yang tidak tertahankan
b.    Terdengar adanya gelembung-gelembung udara bercampur darah di dalam saluran napas
c.    Terasa asin / darah dan gatal di tenggorokan
d.   Warna darah yang dibatukkan merah segar bercampur buih, beberapa hari kemudian warna menjadi lebih tua atau kehitaman
e.    pH alkalis
f.     Bisa berlangsung beberapa hari
g.    Penyebabnya : kelainan paru
Tanda-tanda muntah darah :
a.    Tanpa batuk, tetapi keluar darah waktu muntah
b.    Suara napas tidak ada gangguan
c.    Didahului rasa mual / tidak enak di epigastrium
d.   Darah berwarna merah kehitaman, bergumpal-gumpal bercampur sisa makanan
e.    pH asam
f.   Frekuensi muntah darah tidak sekerap hemoptoe
g.    Penyebabnya : sirosis hati, gastritis
2.    Penyebab Hemoptoe
Penyebab dari batuk darah (hemoptoe) dapat dibagi atas :
1.    Infeksi, terutama tuberkulosis, abses paru, pneumonia, dan kaverne oleh karena jamur dan sebagainya.
2.    Tumor
3.    Kardiovaskuler, stenosis mitralis dan aneurisma aorta.
4.    Neoplasma, terutama karsinoma bronkogenik dan poliposis bronkus.
5.    Gangguan pada pembekuan darah (sistemik).
6.    Benda asing di saluran pernapasan.
7.    Faktor-faktor ekstrahepatik dan abses amuba.
3.    Patofisiologi
            Setiap proses yang terjadi pada paru akan mengakibatkan hipervaskularisasi dari cabang-cabang arteri bronkialis yang berperanan untuk memberikan nutrisi pada jaringan paru bila terjadi kegagalan arteri pulmonalis dalam melaksanakan fungsinya untuk pertukaran gas. Terdapatnya aneurisma Rasmussen pada kaverna tuberkulosis yang merupakan asal dari perdarahan pada hemoptoe masih diragukan.
            Teori terjadinya perdarahan akibat pecahnya aneurisma dari Ramussen ini telah lama dianut, akan tetapi beberapa laporan autopsi membuktikan bahwa terdapatnya hipervaskularisasi bronkus yang merupakan percabangan dari arteri bronkialis lebih banyak merupakan asal dari perdarahan pada hemoptoe.
Mekanisma terjadinya batuk darah adalah sebagai berikut :
a.    Radang mukosa
Pada trakeobronkitis akut atau kronis, mukosa yang kaya pembuluh darah menjadi rapuh, sehingga trauma yang ringan sekalipun sudah cukup untuk menimbulkan batuk darah.
b.   Infark paru
Biasanya disebabkan oleh emboli paru atau invasi mikroorganisme pada pembuluh darah, seperti infeksi coccus, virus, dan infeksi oleh jamur.


c.    Pecahnya pembuluh darah vena atau kapiler
Distensi pembuluh darah akibat kenaikan tekanan darah intraluminar seperti pada dekompensasi cordis kiri akut dan mitral stenosis.
d.   Kelainan membran alveolokapiler
Akibat adanya reaksi antibodi terhadap membran, seperti pada Goodpasture’s syndrome.
e.    Perdarahan kavitas tuberkulosa
Pecahnya pembuluh darah dinding kavitas tuberkulosis yang dikenal dengan aneurisma Rasmussen; pemekaran pembuluh darah ini berasal dari cabang pembuluh darah bronkial. Perdarahan pada bronkiektasis disebabkan pemekaran pembuluh darah cabang bronkial. Diduga hal ini terjadi disebabkan adanya anastomosis pembuluh darah bronkial dan pulmonal. Pecahnya pembuluh darah pulmonal dapat menimbulkan hemoptisis masif.
f.     Invasi tumor ganas
g.    Cedera dada
Akibat benturan dinding dada, maka jaringan paru akan mengalami transudasi ke dalam alveoli dan keadaan ini akan memacu terjadinya batuk darah.
4.    Klasifikasi
1.    Berdasarkan penyebabnya dikenal berbagai macam batuk darah :
a.    Batuk darah idiopatik atau esensial dimana penyebabnya tidak diketahui
Angka kejadian batuk darah idiopatik sekitar 15% tergantung fasilitas penegakan diagnosis.
Pria terdapat dua kali lebih banyak daripada wanita, berumur sekitar 30 tahun, biasanya perdarahan dapat berhenti sendiri sehingga prognosis baik. Teori perdarahan ini adalah sebagai berikut :
·        Adanya ulserasi mukosa yang tidak dapat dicapai oleh bronkoskopi.
·        Bronkiektasis yang tidak dapat ditemukan.
·        Infark paru yang minimal.
·        Menstruasi vikariensis.
·        Hipertensi pulmonal.
b.    Batuk darah sekunder, yang penyebabnya dapat di pastikan
Pada prinsipnya berasal dari :
1)    Saluran napas
Yang sering ialah tuberkulosis, bronkiektasis, tumor paru, pneumonia dan abses paru.
Menurut Bannet, 82 – 86% batuk darah disebabkan oleh tuberkulosis paru, karsinoma paru dan bronkiektasis.
2)   Sistem kardiovaskuler
·           Yang sering adalah stenosis mitral, hipertensi.
·           Yang jarang adalah kegagalan jantung, infark paru, aneurisma aorta.
3)   Lain-lain
Disebabkan oleh benda asing, ruda paksa, penyakit darah seperti hemofilia, hemosiderosis, sindrom Goodpasture, eritematosus lupus sistemik, diatesis hemoragik dan pengobatan dengan obat-obat antikoagulan.
2.    Berdasarkan jumlah darah yang dikeluarkan maka hemoptisis dapat dibagi atas  :
a.       Hemoptisis masif , Bila darah yang dikeluarkan adalah 100-160 cc dalam 24 jam.
Kriteria dari jumlah darah yang dikeluarkan selama hemoptoe juga mempunyai kelemahan oleh karena :
§  Jumlah darah yang dikeluarkan bercampur dengan sputum dan kadang-kadang dengan cairan lambung, sehinga sukar untuk menentukan jumlah darah yang hilang sesungguhnya.
§  Sebagian dari darah tertelan dan dikeluarkan bersama-sama dengan tinja, sehingga tidak ikut terhitung
§  Sebagian dari darah masuk ke paru-paru akibat aspirasi.
Oleh karena itu suatu nilai kegawatan dari hemoptoe ditentukan oleh
§  Apakah terjadi tanda-tanda hipotensi yang mengarah pada renjatan hipovolemik (hypovolemik shock).
§  Apakah terjadi obstruksi total maupun parsial dari bronkus yang dapat dinilai dengan adanya iskemik miokardium, baik berupa gangguan aritmia, gangguan mekanik pada jantung, maupun aliran darah serebral. Dalam hal kedua ini dilakukan pemantauan terhadap gas darah, disamping menentukan fungsi-fungsi vital. Oleh karena itu suatu tingkat kegawatan hemoptoe dapat terjadi dalam dua bentuk, yaitu bentuk akut berupa asfiksia, sedangkan bentuk yang lain berupa renjatan hipovolemik.
Bila terjadi hemoptoe, maka harus dilakukan penilaian terhadap:
§  Warna darah untuk membedakannya dengan hematemesis.
§  Lamanya perdarahan.
§  Terjadinya mengi (wheezing) untuk menilai besarnya obstruksi.
§  Keadaan umum pasien, tekanan darah, nadi, respirasi dan tingkat kesadaran.
Klasifikasi menurut Pusel :
1)   +          : batuk dengan perdarahan yang hanya dalam bentuk garis-garis dalam sputum
2)   ++                    : batuk dengan perdarahan 1 – 30 ml
3)   +++      : batuk dengan perdarahan 30 – 150 ml
4)   ++++    : batuk dengan perdarahan > 150 ml
Keterangan : Positif satu dan dua dikatakan masih ringan, positif tiga hemoptisis sedang, positif empat termasuk di dalam kriteria hemoptisis masif.
5.    Diagnosis
            Untuk menegakkan diagnosis, seperti halnya pada penyakit lain perlu dilakukan urutan-urutan dari anamnesis yang teliti hingga pemeriksaan fisik maupun penunjang sehingga penanganannya dapat disesuaikan.
a.     Anamnesis
Untuk mendapatkan riwayat penyakit yang lengkap sebaiknya diusahakan untuk mendapatkan data-data :
·           Jumlah dan warna darah
·           Lamanya perdarahan
·           Batuknya produktif atau tidak
·           Batuk terjadi sebelum atau sesudah perdarahan
·           Sakit dada, substernal atau pleuritik
·           Hubungannya perdarahan dengan : istirahat, gerakan fisik, posisi badan dan batuk
·           Wheezing
·           Riwayat penyakit paru atau jantung terdahulu.
·           Perdarahan di tempat lain serempak dengan batuk darah
·           Perokok berat dan telah berlangsung lama
·           Sakit pada tungkai atau adanya pembengkakan serta sakit dada
·           Hematuria yang disertai dengan batuk darah.
b.   Pemeriksaan fisik
            Pada pemeriksaan fisik dicari gejala/tanda lain di luar paru yang dapat mendasari terjadinya batuk darah, antara lain : jari tabuh, bising sistolik dan opening snap, pembesaran kelenjar limfe, ulserasi septum nasalis, teleangiektasi.
c.Pemeriksaan penunjang
            Foto toraks dalam posisi AP dan lateral hendaklah dibuat pada setiap penderita hemoptisis masif. Gambaran opasitas dapat menunjukkan tempat perdarahannya.
d.   Pemeriksaan bronkoskopi
            Sebaiknya dilakukan sebelum perdarahan berhenti, karena dengan demikian sumber perdarahan dapat diketahui.
Adapun indikasi bronkoskopi pada batuk darah adalah :
·       Bila radiologik tidak didapatkan kelainan
·       Batuk darah yang berulang – ulang
·       Batuk darah masif : sebagai tindakan terapeutik
            Tindakan bronkoskopi merupakan sarana untuk menentukan diagnosis, lokasi perdarahan, maupun persiapan operasi, namun waktu yang tepat untuk melakukannya merupakan pendapat yang masih kontroversial, mengingat bahwa selama masa perdarahan, bronkoskopi akan menimbulkan batuk yang lebih impulsif, sehingga dapat memperhebat perdarahan disamping memperburuk fungsi pernapasan. Lavase dengan bronkoskop fiberoptic dapat menilai bronkoskopi merupakan hal yang mutlak untuk menentukan lokasi perdarahan.
Dalam mencari sumber perdarahan pada lobus superior, bronkoskop serat optik jauh lebih unggul, sedangkan bronkoskop metal sangat bermanfaat dalam membersihkan jalan napas dari bekuan darah serta mengambil benda asing, disamping itu dapat melakukan penamponan dengan balon khusus di tempat terjadinya perdarahan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar